Banyak sekali lingkungan di sekitar
kita yang perlu mendapat perhatian khusus, karena kondisi lokasi yang sudah
kotor, kumuh, banyak polusi, banyak pencemaran, kepadatan tinggi, dan lain-lain.
Contoh kasus-kasus hunian di pinggir sungai yang ada di Indonesia:
1.
Sungai
Code di Yogyakarta
Kawasan sungai Code, bahwa kawasan
bentaran sungai ini perlu menjadi prioritas pembangunan kota Jogja kedepannya.
Keberadaan sungai Code yang vital dengan menjamurnya permukiman kumuh padat di
sepanjang sungai menjadi alasan terpenting kawasan ini perlu ditata. Permukiman
bantaran sungai code, terutama di daerah pusat kota Jogja, memiliki
karakteristik yang tipikal atau mirip, yaitu kepadatan tergolong tinggi sekitar
25000 jiwa/km2, sempadan sungai hilang baik untuk hunian ataupun gang kampung,
KDB (koefisien dasar bangunan) sangat tinggi dan ruang hijau minim, KLB
(koefisien luas bangunan) jauh lebih rendah dari yang diizinkan pemerintah.
Ada banyak sekali masalah yang
dapat ditemukan begitu kita masuk ke kawasan bantaran sungai Code. Hal yang
paling terlihat kemungkinan besar adalah lingkungan yang kumuh, minim area
hijau, dan beberapa bangunan seakan tanpa batas dengan sungai sehingga rawan
banjir bila sungai menguap sewaktu-waktu.
Lingkungan bantaran sungai biasanya berisi permukiman padat penduduk
dengan akses jalan berupa gang-gang sempit yang menjadikan aksesibilitas di
lingkungan ini menjadi sulit. Beberapa kawasan bantaran sungai yang juga
berbatasan dengan jalan utama perkotaan, biasanya terdapat banyak area komersil
di sepanjang jalan utama yang seakan menutupi kekumuhan area permukiman
bantaran sungai dibelakangnya. Hal ini terlihat misalnya di sepanjang jalan
Mataram kota Jogja dimana area komersil memadati hampir sepanjang jalan ini.
Padahal dibelakangnya tumbuh permukiman bantaran sungai Code yang kumuh dan kotor,
sangat kontras dengan kondisi seberang jalan yang dipenuhi bangunan-bangunan
tinggi dan mewah. Disisi lain sebenarnya kawasan bantaran sungai memiliki
potensi-potensi ‘terpendam’ pada komunitas-komunitas yang ada di dalamnya. Bila
dikerucutkan, setidaknya masalah-masalah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
isu lingkungan, isu kepadatan, dan isu komunitas.
Isu lingkungan menjadi perhatian
pokok dalam menyelesaikan permasalahan di lingkungan bantaran sungai Code. Hal
ini karena kondisi tepian sungai yang sudah tidak kondusif dengan permukiman
yang menghilangkan sempadan sungai, kumuh dan kotor dengan banyaknya tumpukan
sampah, dan permukiman padat yang mengorbankan ruang publik dan area hijau.
Kondisi seperti ini tentu banyak ditemukan juga di beberapa permukiman bantaran
sungai di daerah lain, dan isunya pun serupa, sempadan sungai yang hilang dan
minimnya ruang terbuka hijau publik.
2.
Sungai
Ciliwung
Bangunan-bangunan yang berdiri di
sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Depok terus menjamur. Upaya pemerintah
menertibkan dan menindak pelanggaran aturan tata ruang tersebut tak kunjung
dilakukan.
Alih fungsi dan occupasi
(pendudukan) sempadan sudah dari dulu. Praktik perampasan sempadan sungai,
lanjutnya, terjadi dari kawasan hulu Ciliwung di Puncak Bogor hingga Kampung
Pulo, Jakarta. Depok, tuturnya, juga tak luput dari praktik tersebut. Wilayah
sempadan Ciliwung digunakan sebagai lahan untuk pembangunan perumahan hingga
tempat usaha tertentu.
Aksi pelanggaran tata ruang
tersebut akhirnya menuai reaksi dari pegiat lingkungan yang melakukan advokasi
lingkungan. Praktik perampasan sempadan Ciliwug sudah terbilang sangat
mengkhawatirkan. Tidak hanya pembangunan perumahan tetapi rumah perorangan dan
pembangunan (penampungan) sampah liar.
Praktik alih fungsi lahan hampir
bisa ditemui di sepanjang aliran Ciliwung, Depok yang memiliki panjang 24
kilometer. Tak hanya pemukiman, tempat-tempat usaha pun turut dibangun di
sempadan sungai. Di Jembatan Biru Citayam, hanya terdapat satu RT, (tetapi) ada
tempat pembuangan isi perut kambing aqiqah, ada pemotongan ayam, dan juga
pabrik tahu. Tempat usaha itu bukan cuma berdiri di sempadan. Namun mereka juga
membuang limbahnya ke Ciliwung.
3.
Kali
Winongo, Yogyakarta
Beberapa masalah di daerah bantaran
sungai Kali Winongan antara lain masalah pemukiman dan lingkungan, sarana dan
prasarana, pembuangan limbah dan sampah, serta vegetasi.
Rumah – rumah yang ada di sekitar
Kali Winongo terlalu padat sehingga menyebabkan ruang gerak masyarakat
terbatasi. Selain masalah pemukiman yang terlalu padat, masalah lainnya yaitu
keadaan lingkungan yang kurang sehat. Hal tersebut terlihat dengan adanya hewan
peliharaan berupa anjing yang tidak dikandang melainkan dibiarkan berada di
lingkungan biasa. Kesehatan anjing tersebut juga tidak meyakinkan karena tidak
diurus dengan baik. Belum lagi adanya dapur umum yang dipakai bersama tidak
dirawat dengan baik. Semua ini seharusnya menjadi perhatian lebih bagi
masyarakat sekitar Kali Winongo karena untuk kesehatan mereka sendiri.
Permukiman di sekitar kali Winongo
termasuk daerah yang sarana dan prasarananya sangat minim dan terbatas. Letak
permukiman yang kurang strategis juga menyebabkan sulitnya transportasi.
Apalagi gang-gang permukiman di sana juga kecil-kecil sehingga kendaraan
pribadi pun sulit dijangkau. Untuk ukuran keluar masuk sepeda motor saja
gang-gang disana cukup susah. Maka dari itu warga di sekitar kali Winongo juga
jarang yang memiliki kendaraan pribadi karena jalan di sana kurang memadai.
Salah satu sarana yang ada di Kali Winongo serta dimanfaatkan sebagai sarana
hiburan oleh warga sekitar yaitu lapangan badminton. Lapangan tersebut
dimanfaatkan anak-anak sebagai tempat bermain, selain itu lapangan tersebut
juga dimanfaatkan para pedagang berjualan.
Sebagian besar warga di Kali
Winongo membuang limbah dan sampah dengan cara membuang ke TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) yang semestinya, namun beberapa warga di sekitar Kali
Winongo lebih suka membuang sampahnya di sungai. Hal tersebut yang membuat Kali
Winongo menjadi penuh sampah dan kotor, serta dapat mengakibatkan banjir.
Dengan banyaknya permukiman yang
berada di Kali Winongo menyebabkan ketersediaan lahan di Kali Winongo terbatas.
Hal ini yang menyebabkan kurangnya lahan terbuka di daerah tersebut. Sehingga
ini juga yang menyebabkan kurangnya lahan hijau serta pohon-pohon atau tanaman
di daerah permukiman.
REFERENSI:
Komentar
Posting Komentar