BAB I
PENDAHULUAN
Masjid adalah rumah
tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan
lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah
tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum'at,
dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid
juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan
hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering
dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang
peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Masjid Al-Irsyad merupakan
sebuah masjid yang terletak di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat,
Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2010.
Bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar laiknya bentuk bangunan Kubah
di Arab Saudi. Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di
sekujur dinding masjid.
Masjid Al-Irsyad
diresmikan pada 17 Ramadan 1431 Hijriah tepatnya 27 Agustus 2010 silam.
Bangunannya unik, megah, dan kokoh. Beberapa bulan setelah dibangun, masjid
yang memiliki arsitektur memukau ini langsung menyabet penghargaan bergengsi
tingkat dunia. Kritik
arsitektur dengan metode tipikal ini dilakukan peneliti untuk melihat suatu
norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori
bangunan spesifik yaitu bangunan Masjid Al-Irsyad.
BAB II
METODE PENELITIAN
Kritik
arsitektur yang digunakan untuk
membandingkan kedua bangunan public yang meiliki fungsi yang sama yaitu sebagai
terminal bandara SAMS, Sepinggan, Balikpapan. Jenis kritik yang digunakan
adalah kritik normatif dengan metode tipikal.
Hakikat
kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia
manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model,
pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
Kritik
Normatif terbagi dalam 4 metode yaitu :
a. Kritik Doktrinal (Doctrinal Criticsm) Norma
yang bersifat general, pernyataan yang tak terukur.
b. Kritik Terukur (Measured Criticsm)
Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara
kuantitatif.
c.
Kritik Tipical (Typical Criticism) Norma yang didasarkan pada model yang
digeneralisasi untuk satu katagori bangunan yang spesifik.
d. Kritik Sistematik (Systematic Criticism)
Norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuandalam hal
ini akan dibahas mengenai metode Tipe. Metode Tipe adalah suatu norma yang
didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.
Elemen Kritik Tipikal
- Struktural (Struktur)
Tipe
ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan berkait dengan penggunaan
material dan pola yang sama.
•
Jenis bahan
•
Sistem struktur
•
Sistem Utilitas dan sebagainya.
- Function (Fungsi)
Hal
ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain untuk aktifitas yang
sama. Misalnya sekolah akan dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang
sama.
•
Kebutuhan pada ruang kelas
•
Kebutuhan auditorium
•
Kebutuhan ruang terbuka dsb.
- Form (Bentuk)
•
Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial dan memungkinkan
untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
Kelebihan Kritik Tipikal
•
Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantungkan pada tipe tertentu
•
Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
•
Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi
•
Dapat mengidentifikasi secara spesifik setiap kasus yang sama
•
Tidak memerlukan upaya yang membutuhkan konteks lain.
Kekurangan Kritik Tipikal
•
Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
•
Sangat bergantung pada tipe yang sangat standar
•
Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu tipe
•
Tidak memiliki pemikiran yang segar
•
Sekedar memproduksi ulang satu pemecahan
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Masjid berarti tempat
beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada di mana sajada berarti sujud
atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid
(m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata
masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat
sembahan".
Kata masjid dalam
bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam
bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam
bahasa Inggris secara luas.
Bentuk masjid telah
diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang
sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di
Anatolia.
Arab-plan atau
hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan dipelopori
oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi panjang yang
dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah di
dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung jamaah pada hari
Jumat. Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar,
biasanya mempunyai atap datar di atasnya, dan digunakan untuk penopang
tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle adalah Masjid
Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang. Beberapa masjid
bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi
jamaah di masjid. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah
dan Umayyah, tetapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu disenangi.
Kesultanan Utsmaniyah
kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15
dan memiliki kubah yang besar, di mana kubah ini melingkupi sebagian besar area
salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah. Gaya
ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang menggunakan
kubah besar. Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini
diambil dari arsitektur Iran pra-Islam
Bentuk umum dari
sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari bahasa Arab
"nar" yang artinya "api"( api di atas menara/lampu) yang
terlihat dari kejauhan. Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian
pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia berada di Masjid
Hassan II, Casablanca, Maroko.
Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad
tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran
Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak
penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun
665 sewaktu pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I, yang mendukung
pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng pada gereja.
Menara bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.
Masjid dengan kubah
yang besar di Pusat Islam Wina Kubah juga merupakan salah satu ciri khas dari sebuah
masjid. Seiring waktu, kubah diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah
di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah memakai bentuk setengah bulat,
masjid-masjid di daerah India dan Pakistan memakai kubah berbentuk bawang.
Tempat ibadah atau
ruang salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga memungkinkan para
jamaah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang salat.
Bagian ruang salat biasanya diberi kaligrafi dari potongan ayat Al-Qur'an untuk
memperlihatkan keindahan agama Islam serta Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke
arah Ka'bah, sebagai kiblat umat Islam. Di masjid juga terdapat mihrab dan
mimbar. Mihrab adalah tempat imam memimpin salat, sedangkan mimbar adalah
tempat khatib menyampaikan khutbah.
Dalam komplek masjid,
di dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau biasa disebut
tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat
untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit
terpisah dari bangunan masjid.
Masjid modern sebagai
pusat kegiatan umat Islam, juga menyediakan fasilitas seperti klinik,
perpustakaan, dan tempat berolahraga. Di Masjid Raya Bandung, halaman depannya
merupakan lapangan terbuka untuk masyarakat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Masjid Al-Irsyad terletak di kawasan Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung
Barat, Masjid ini tegak berdiri sejak selesai dibangun dan diresmikan pada 17
Ramadan 1431 H (27 Agustus 2010) silam. Bangunan menariknya sudah mencuri
perhatian masyarakat di Bandung Barat dan sekitarnya yang melintas.
Masjid ini sangat berbeda dengan masjid-masjid lainnya. Beberapa
penghargaan sudah didapat atas hadirnya bangunan masjid ini. Sebut saja pada
tahun 2010, National Frame Building Association memilih Masjid Al-lrsyad
sebagai salah satu dari lima besar “Building of The Year 2010″.
Perhelatan akbar yang melibatkan sekitar 15.000 orang arsitek di seluruh
dunia ini menempatkan Masjid Al-Irsyad dalam kategori arsitektur religius. Hal
yang lebih membanggakan lagi, masjid berbentuk kubus ini menjadi satu-satunya
tempat peribadatan di luar gereja.
Lalu, masjid ini juga berhasil meraih penghargaan FuturArc Green Leadership
Award 2011 oleh Building Construction Information (BCI) Asia sebagai konsep
bangunan yang ramah lingkungan. Masjid ini dibangun oleh pengembang di kawasan
Kota Baru Parahyangan yaitu PT Belaputra Intiland.
Desain dari bangunan masjid ini dirancang oleh seorang arsitek handal dalam
negeri yaitu Ridwan Kamil. Orang nomer satu di kota Bandung ini merancang
masjid nyaman dan beraura surgawi. Dia menciptakan desain unik sebuah masjid
yang memanfaatkan sinar matahari. Pembangunan masjid menghabiskan dana sebesar
Rp 7 miliar. Bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar laiknya bentuk bangunan
Kubah di Arab Saudi. Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di
sekujur dinding masjid. Bangunannya unik, megah, dan kokoh.
Jika biasanya masjid memiliki kubah, tidak demikian dengan Masjid
Al-Irsyad. Masjid ini didesain mirip Kabah. Bangunan masjid yang berbentuk
kubus terlihat begitu bersahaja. Namun penataan batu bata pada keseluruhan
dinding masjid terlihat sangat mengagumkan.
Batu bata disusun berbentuk lubang atau celah di antara bata solid. Desain
arah kiblat dibuat terbuka dengan pemandangan alam. Saat senja, semburat
matahari akan masuk dari bagian depan masjid yang tak berdinding itu.
Dilihat dari kejauhan, akan menghadirkan lafaz Arab yang terbaca sebagai
dua kalimat tauhid, Laailaha Ilallah Muhammad Rasulullah, yang artinya Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kekuatan desain Masjid
Al-Irsyad tampak pada embedding teks kaligrafi Arab dengan jenis tulisan khat
kufi. Bentuknya, dua kalimah tauhid yang melekat pada tiga sisi bangunan dalam
bentuk susunan batu bata, yang dirancang sebagai kaligrafi tiga dimensi
raksasa.
Menyesuaikan dengan bentuknya dan untuk memberikan akses yang mudah bagi
para jamaah, masjid ini menyediakan tiga buah pintu utama. Masing-masing berada
di sisi timur, utara dan selatan. Ketiga pintu tersebut memiliki bentuk yang
sama. Sebuah lorong yang menjorok ke halaman hadir untuk memberikan kenyamanan
lebih kepada para jamaahnya dari sengatan matahari atau guyuran hujan. Beberapa
bangku diletakkan di sana sebagai tempat duduk untuk menunggu.
Masjid ini mempunyai luas 1.871 meter persegi hanya memiliki tiga warna
yaitu putih, hitam, dan abu-abu. Susunan tiga warna tersebut menjadikan tampil
lebih cantik, modern, simpel namun tetap elegan dan enak dipandang mata.
Di dalam interior masjid, jumlah lampu yang dipasang sebanyak 99 buah
sebagai simbol 99 nama-nama Allah atau Asmaul Husna. Masing-masing lampu yang
berbentuk kotak itu, memiliki sebuah tulisan nama Allah. Tulisan pada
lampu-lampu itu dapat dibaca secara jelas dimulai dari sisi depan kanan masjid
hingga tulisan ke-99 pada sisi kiri bagian belakang masjid.
Ruang salat di masjid mampu menampung sekitar 1.500 jamaah ini. Masjid ini
tidak memiliki tiang atau pilar di tengah untuk menopang atap, sehingga terasa
begitu luas. Hanya empat sisi dinding yang menjadi pembatas sekaligus penopang
atapnya.
Celah-celah angin pada empat sisi dinding masjid menjadikan sirkulasi udara
di ruang masjid begitu baik, sehingga tidak terasa gerah atau panas meski tak
dipasangi AC atau kipas angin. Di Bagian imam sengaja tanpa dinding artinya
menggambarkan bahwa setiap makhluk yang salat dia akan menghadap Allah.
Lanskap dan ruang terbuka, sengaja dirancang berbentuk garis-garis
melingkar yang mengelilingi bangunan masjid. Lingkaran-lingkaran yang
mengelilingi masjid itu terinspirasi dari konsep tawaf yang mengelilingi
Kakbah.
Selain memiliki fungsi artistik, lubang-lubang itu juga berfungsi sebagai
ventilasi udara. Menjelang malam, ketika lampu di dalam masjid mulai
dinyalakan, sinar lampu akan menerobos celah ventilasi sehingga jika dilihat
dari luar tampak seperti masjid yang memancarkan cahaya berbentuk kalimat
tauhid. Benar-benar sangat mengagumkan. Setiap hari masjid ini tak hanya dikunjungi oleh
masyarakat di sekitar Bandung, juga dari seluruh nusantara. Bahkan, ribuan orang
dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Timur Tengah, Belanda,
Australia dan beberapa negara Eropa lainnya rela jauh-jauh untuk melihat
keunikan dan desain futuristik Masjid Al-Irsyad ini.
BAB V
KESIMPULAN
Masjid Al-Irsyad merupakan masjid yang memiliki fungsi seperti masjid-masjid
pada umumnya yaitu merupakan tempat ibadah untuk umat muslim. Namun desain dari
masjid Al-Irsyad ini berbeda karena memiliki desain yang futuristic dengan
bentuk kubus menyerupai kabah dengan konsep yang modern.
Jika biasanya masjid memiliki kubah, tidak demikian
dengan Masjid Al-Irsyad. Masjid yang dirancang oleh salah seorang arsitek
ternama Indonesia, Ridwan Kamil yang kini menjadi Wali Kota Bandung, ini
didesain mirip Kabah. Bangunan masjid yang berbentuk kubus terlihat begitu bersahaja.
Namun penataan batu bata pada keseluruhan dinding masjid terlihat sangat
mengagumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar