Langsung ke konten utama

BAB I - PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 38 Tahun 2011). Sungai-sungai di daerah perkotaan pada umumnya berasosiasi dengan pemukiman. Hal ini dikarenakan manfaat sungai yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di perkotaan.
Perkotaan merupakan pusat kegiatan penduduk yang bersifat pada non pertanian seperti perrmukiman, jasa, industri dan pendidikan (Bintarto, 1987). Daerah perkotaan memiliki daya tarik tersendiri dari berbagai kesempatan yang lebih besar daripada daerah pedesaan. Hal inilah yang menjadi penyebab migrasi penduduk dari desa ke daerah perkotaan yang berakibat pada pertambahan jumlah penduduk perkotaan. Pertambahan jumlah penduduk akan berpengaruh pada jumlah permukiman sehingga kota akan semakin padat.

Permintaan lahan untuk permukiman yang tinggi harus diimbangi dengan ketersediaan lahan yang sesuai. Apabila antara pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan semakin menunjukan perbedaan yang tajam, maka kemungkinan timbulnya permasalahan permukiman akan semakin besar. Adanya permintaan lahan yang tinggi akan menimbulkan keinginan untuk mencari “alternatif lain” untuk digunakan sebagai permukiman. Lahan di tepian sungai adalah lokasi yang cenderung dijadikan “alternatif lain” sebagai pengembangan daerah permukiman liar (squatter settlements) dan permukiman kumuh (slums). Pembangunan rumah dan bangunan lain menyebabkan menurunnya kualitas sungai yang menjadi kotor dan tercemar akibat limbah rumah tangga yang dibuang sembarangan. Kondisi ini diperparah dengan adanya alih fungsi lahan di tepi sungai menjadi lahan industri yang akan menambah limbah yang dibuang ke sungai. Untuk mencegah terjadinya pencemaran tersebut, maka diperlukan pengendalian terhadap sempadan sungai.

Sempadan sungai adalah daerah ekologi sekaligus hidrologi sungai yang sangat penting. Fungsi dari sempadan sungai adalah untuk menjaga kelestarian, fungsi dan manfaat sungai dari aktivitas yang berkembang disekitarnya. Pemerintah telah menetapkan peraturan untuk menjaga sempadan sungai dari pengalihan pemanfaatan lahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993. Sempadan sungai dalam Peraturan tersebut diartikan sebagai garis batas luar pengaman sungai. Penetapan garis sempadan sungai bertujuan sebagai upaya perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai untuk dapat dilaksanakan sesuai tujuan dan agar fungsi sungai tidak terganggu oleh aktivitas disekitarnya. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut dengan jelas menyebutkan pada pasal 12 bahwa daerah sempadan sungai dilarang membuang sampah, baik itu limbah padat maupun cair dan mendirikan bangunan permanen untuk hunian atau tempat usaha.

Ketidaktahuan masyarakat dalam pemanfaatan daerah sempadan sungai mengakibatkan banyaknya permukiman liar di daerah sempadan sungai dan kurangnya kesadaran masyarakat yang masih membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai mengancam kelestarian sungai serta dapat membahayakan warga yang berada di sekitar sungai, terutama bahaya banjir. Dampak kumulatif dari pengalihan vegetasi bantaran sungai akan meningkatkan kecepatan aliran air hujan yang akan menyebabkan timbulnya banjir di hilir baik durasi, frekuensi maupun kekuatannya.

Pengaturan permukiman liar di daerah sempadan sungai perlu dilakukan, Branch (1995) mengemukakan bahwa keberadaan permukiman liar jika dibiarkan lama-kelamaan akan memperoleh sambungan listrik dan air bersih. Permasalahan ini harus segera ditangani karena dapat mengakibatkan tata letak perumahan yang tidak teratur dan terjadi tumpang tindih terhadap fungsi dari kawasan sempadan sungai yang telah direncanakan peruntukkannya. Permasalahan permukiman liar di daerah sempadan sungai dapat dengan mudah dilihat dan dipantau perkembangannya menggunakan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh.
Pengendalian sempadan sungai perlu dilakukan karena pertumbuhan perkotaan yang diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk, lahan di tepi sungai yang semestinya merupakan kawasan lindung berubah fungsi lahan menjadi permukiman, pertokoan bahkan industri padahal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah disebutkan bahwa daerah sempadan sungai termasuk pada kawasan lindung, dimana dilarang mendirikan segala bentuk bangunan permanen baik untuk hunian ataupun tempat usaha. Hal ini berbeda dengan fakta di lapangan dimana penggunaan lahan sempadan sungai banyak beralih fungsi dari fungsi sebenarnya yaitu merupakan kawasan lindung. Pengalihan pemanfaatan lahan di daerah sempadan sungai dapat menganggu bahkan menghilangkan fungsi ekologi daerah sempadan sungai. Fungsi utama dari sungai di daerah perkotaan adalah sebagai drainase kota yang mengatur pengairan.











REFERENSI:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUMAH TRADISIONAL KUDUS / JOGLO KUDUS

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/bb/Rumah_adat_tradisional_Kudus.JPG Rumah adat Kudus atau Joglo Pencu disebut juga Joglo Kudus adalah Rumah tradisional asal Kudus salah satu rumah tradisional yang mencerminkan perpaduan akulturasi kebudayaan masyarakat Kudus . Rumah Adat Kudus memiliki atap genteng yang disebut “Atap Pencu” , dengan bangunan yang didominasi seni ukir yang sederhana khas kabupaten Kudus yang merupakan perpaduan gaya dari budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), Cina (Tionghoa) dan Eropa (Belanda). Rumah ini diperkirakan mulai dibangun sekitar tahun 1500-an Masehi dengan 95% kayu Jati asli. Joglo Kudus mirip dengan Joglo Jepara tetapi perbedaan yang paling kelihatan adalah bagian pintunya, Joglo Kudus hanya memiliki 1 pintu sedangkan Joglo Jepara memiliki 3 pintu. TATA RUANG JOGLO KUDUS / JOGLO PENCU Rumah adat Kudus Joglo Pencu memiliki 3 bagian ruangan yang disebut Jogo Satru, Gedongan, dan Pawon. •     Jogo Satru

KONSERVASI ARSITEKTUR GEDUNG SATE DI BANDUNG

SEJARAH GEDUNG SATE Sebuah bangunan tua peninggalan masa kolonial Belanda yang terletak di jalan Diponegoro Bandung kerap menarik perhatian orang – orang yang lewat karena memiliki keunikan tersendiri. Gedung yang memiliki ciri khas berupa ornamen yang berbentuk seperti tusuk sate yang terdapat pada menara sentralnya ini sudah sejak zaman dulu menjadi salah satu ikon bersejarah dan bangunan khas kota Bandung, yang dikenal secara nasional. Dinamakan Gedung Sate, gedung ini sekarang berfungsi sebagai gedung tempat pemerintahan Pusat Jawa Barat dan seringkali menjadi tempat berbagai festival seni serta kegiatan lainnya. Kalangan pemerhati arsitektur kerap menjadikan gedung ini sebagai bahan kajian mengenai arsitektur unik, yang bentuknya mendapatkan pengaruh dari arsitektur Eropa. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Bandung menyempatkan diri untuk mengunjungi Gedung Sate, sehingga gedung ini juga kerap dianggap sebagai salah satu tujuan wisata utama di Bandung terutama bag

KRITIK ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Masjid Al-Irsyad merupakan sebuah masjid yang terletak di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2010. Bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar laiknya bentuk bangunan Kubah di Arab Saudi. Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dindin