PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28/PRT/M/2015
TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa sejalan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola serta mengembangkan
kemanfaatan sumber air dan/atau sumber-sumber air;
b.
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai asas otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah membagi kewenangan pengelolaan sumber daya air kepada
Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota;
c.
bahwa berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, Menteri Pekerjaan Umum
Dan Perumahan Rakyat mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam menetapkan
garis sempadan sungai termasuk menetapkan garis sempadan danau;
d.
bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam
menetapkan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau sebagaimana dimaksud
pada huruf c, perlu menyusun tata cara penetapa garis sempadan sungai dan garis
sempadan danau;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat tentang Penetapan Garis
Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau;
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046);
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3.
Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
4.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
5.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 16);
6.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 1304);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU. BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
2. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan
kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang
bersangkutan.
3. Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang
merupakan bagian dari sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh muka
air sungai.
4. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
5. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi
wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
6. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
7. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber
daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) Km2.
8. Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi
palung sungai. JDIH Kementerian PUPR - 4 –
9. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai
dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung
sungai.
10. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan
kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
11. Sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan
berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung
danau.
12. Daerah tangkapan air danau adalah luasan lahan yang
mengelilingi danau dan dibatasi oleh tepi sempadan danau sampai dengan punggung
bukit pemisah aliran air.
13. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai
orang perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang
berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengelolaan sumber daya air.
17. Gubernur adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah tingkat provinsi.
18. Bupati/Walikota adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah tingkat kabupaten/kota.
Pasal 2
Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini
terdiri dari:
a. penetapan garis sempadan sungai, garis sempadan danau,
termasuk mata air;
b. pemanfaatan daerah sempadan; dan c. pengawasan
pemanfaatan daerah sempadan
BAB II GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
(1) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau
dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan, dan
pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dan danau dapat dilaksanakan
sesuai dengan tujuannya.
(2) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau
bertujuan agar: a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang
berkembang di sekitarnya; b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai
manfaat sumber daya yang ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara
optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan c. daya
rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi.
Bagian Kedua
Kriteria Penetapan Garis Sempadan
Pasal 4
(1) Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung
sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak
bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk
sungai bertanggul.
(2) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan pada: a. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan; b.
sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan; c. sungai bertanggul di
dalam kawasan perkotaan; d. sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan; JDIH
Kementerian PUPR - 6 - e. sungai yang terpengaruh pasang air laut; dan f. mata
air.
(3) Tanggul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
merupakan bangunan penahan banjir yang terbuat dari timbunan tanah.
Pasal 5
(1) Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam
kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditentukan:
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 20 (dua puluh) meter.
Pasal 6
(1) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. sungai
besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima ratus) Km2;
dan b. sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama
dengan 500 (lima ratus) Km2.
(2) Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan paling
sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai.
(3) Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar
kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditentukan paling
sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
alur sungai.
Pasal 7
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, ditentukan paling sedikit
berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Pasal 8
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, ditentukan paling sedikit
berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Pasal 9
Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk
mengendalikan banjir, ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki
tanggul merupakan bantaran sungai, yang berfungsi sebagai ruang penyalur
banjir.
Pasal 10
Penentuan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang air
laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, dilakukan dengan cara
yang sama dengan penentuan garis sempadan sungai sesuai Pasal 5, Pasal 6, Pasal
7, dan Pasal 8 yang diukur dari tepi muka air pasang rata-rata.
Pasal 11
Garis sempadan mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf f, ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200
(dua ratus) meter dari pusat mata air.
Pasal 12
(1) Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau
paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang
pernah terjadi.
(2) Muka air tertinggi yang pernah terjadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), menjadi batas badan danau.
(3) Badan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
merupakan ruang yang berfungsi sebagai wadah air.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Garis Sempadan
Pasal 13
Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
b. gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota; dan
c. bupati/walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota.
Pasal 14
(1) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, dilakukan berdasarkan kajian penetapan sempadan sungai.
(2) Dalam penetapan garis sempadan sungai harus
dipertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya
masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan
sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.
(3) Kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai yang
ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang
terdapat di dalam sempadan.
(4) Kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam pengelolaan sumber
daya air.
(5) Tim kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), beranggotakan wakil dari instansi teknis dan unsur
masyarakat.
Pasal 15
(1) Dalam hal hasil
kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), menunjukkan terdapat
bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status
quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan
sungai. JDIH Kementerian PUPR - 9 –
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai untuk fasilitas
kepentingan tertentu yang meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; dan
e. bangunan ketenagalistrikan.
Pasal 16
Tatacara penetapan sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
Penetapan garis sempadan danau dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk danau yang berada pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
b. gubernur, danau yang berada pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota; dan
c. bupati/walikota, danau yang berada pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota.
Pasal 18
(1) Penetapan garis sempadan danau sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, dilakukan berdasarkan kajian penetapan sempadan danau.
(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
berdasarkan pola pengelolaan sumber daya air dan harus mempertimbangkan
karakterisktik danau, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan kegiatan
operasi dan pemeliharaan danau.
(3) Dalam hal danau berada di dalam kawasan hutan, kajian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui koordinasi dengan
instansi yang membidangi kehutanan.
(4) Batas garis sempadan danau sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditentukan paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi
badan danau.
(5) Dalam hal terdapat pulau di tengah danau, seluruh luasan
pulau merupakan daerah tangkapan air danau dengan sempadan danau di dalamnya.
Pasal 19
(1) Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2),
dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannnya.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas
unsur instansi teknis dan unsur masyarakat di sekitar atau sekeliling danau.
Pasal 20
(1) Dalam hal berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud
pada Pasal 18 ayat (1), menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan danau maka
bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus
ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan danau.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan danau untuk fasilitas
kepentingan tertentu yang meliputi:
a. prasarana sumber daya air;
b. jalanakses, jembatan, dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan;
f. prasarana dan sarana sanitasi; dan g. bangunan
ketenagalistrikan.
Pasal 21
Tatacara penetapan sempadan danau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 sampai dengan Pasal 20 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan
Pasal 22
(1) Sempadan sungai hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas
untuk:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai,
antara lain kegiatan menanam tanaman sayur-mayur; dan
f. bangunan ketenagalistrikan.
(2) Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul
untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan
dengan larangan:
a. menanam tanaman selain rumput;
b. mendirikan bangunan; dan
c. mengurangi dimensi tanggul.
Pasal 23
1) Sempadan danau hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
tertentu dan bangunan tertentu.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b. pariwisata;
c. olah raga; dan/atau
d. aktivitas budaya dan keagamaan.
(3) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. jalan akses, jembatan, dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan;
f. prasarana dan sarana sanitasi; dan g. bangunan
ketenagalistrikan.
(4) Selain pembatasan pemanfaatan sempadan danau sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pada sempadan danau dilarang untuk:
a. mengubah letak tepi danau;
b. membuang limbah;
c. menggembala ternak; dan
d. mengubah aliran air masuk atau ke luar danau.
Pasal 24
(1) Pemanfaatan sempadan sungai dan sempadan danau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 dilakukan berdasarkan izin
dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam
pengelolaan sumber daya air.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya
air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
BAB III
PENGAWASAN PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN
Pasal 25
(1) Pengawasan atas pemanfaatan daerah sempadan ditujukan
untuk menjamin tercapainya kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan daerah sempadan
sungai dan pemanfaatan daerah sempadan danau dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air dengan melibatkan peran
masyarakat.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat diwujudkan dalam bentuk laporan, pengaduan, dan gugatan kepada pihak yang
berwenang.
(4) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), dijadikan bahan atau masukan bagi perbaikan atau penyempurnaan, dan/atau
peningkatan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini:
a. seluruh izin pemanfaatan sempadan sungai atau izin
pemanfaatan sempadan danau yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri
ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin;
b. permohonan izin pemanfaatan sempadan sungai atau izin
pemanfaatan sempadan danau yang sedang dalam proses, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
c. bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai dan sempadan
danau yang didirikan berdasarkan izin yang diperoleh berdasarkan prosedur yang
benar dinyatakan sebagai status quo dan secara bertahap ditertibkan untuk
mengembalikan fungsi sempadan sungai dan sempadan danau; dan
d. tim kajian sempadan sungai atau tim kajian sempadan danau
yang telah dibentuk sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap
menjalankan tugasnya sampai dengan masa kerja tim kajian sempadan sungai atau
tim kajian sempadan danau berakhir.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak
Peraturan Menteri ini berlaku, Menteri, gubernur, bupati/walikota wajib
menetapkan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau yang berada dalam
kewenangannya.
Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara penetapan sempadan sungai dan
sempadan danau mutatis mutandis berlaku ketentuan BAB II Peraturan Menteri ini
untuk sungai dan danau yang menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota.
Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/M/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah
Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
REFERENSI:
Komentar
Posting Komentar