Langsung ke konten utama

BAB II - LANDASAN HUKUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28/PRT/M/2015
TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.       bahwa sejalan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola serta mengembangkan kemanfaatan sumber air dan/atau sumber-sumber air;
b.       bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai asas otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membagi kewenangan pengelolaan sumber daya air kepada Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
c.       bahwa berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam menetapkan garis sempadan sungai termasuk menetapkan garis sempadan danau;
d.       bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam menetapkan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau sebagaimana dimaksud pada huruf c, perlu menyusun tata cara penetapa garis sempadan sungai dan garis sempadan danau;
e.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau;

Mengingat :
1.       Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046);
2.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3.       Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
4.       Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
5.       Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 16);
6.       Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 1304);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU. BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
2. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan.
3. Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang merupakan bagian dari sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh muka air sungai.
4. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
5. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
6. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
7. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) Km2.
8. Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai. JDIH Kementerian PUPR - 4 –
9. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.
10. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
11. Sempadan danau adalah luasan lahan yang mengelilingi dan berjarak tertentu dari tepi badan danau yang berfungsi sebagai kawasan pelindung danau.
12. Daerah tangkapan air danau adalah luasan lahan yang mengelilingi danau dan dibatasi oleh tepi sempadan danau sampai dengan punggung bukit pemisah aliran air.
13. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan sumber daya air.
17. Gubernur adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah tingkat provinsi.
18. Bupati/Walikota adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah tingkat kabupaten/kota.

Pasal 2
Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari:
a. penetapan garis sempadan sungai, garis sempadan danau, termasuk mata air;
b. pemanfaatan daerah sempadan; dan c. pengawasan pemanfaatan daerah sempadan

BAB II GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan
Pasal 3

(1) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dan danau dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
(2) Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau bertujuan agar: a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya; b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan c. daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi.

Bagian Kedua
Kriteria Penetapan Garis Sempadan
Pasal 4

(1) Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul.
(2) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan pada: a. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan; b. sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan; c. sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan; d. sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan; JDIH Kementerian PUPR - 6 - e. sungai yang terpengaruh pasang air laut; dan f. mata air.
(3) Tanggul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan bangunan penahan banjir yang terbuat dari timbunan tanah.

Pasal 5

(1) Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditentukan:
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

Pasal 6

(1) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima ratus) Km2; dan b. sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus) Km2.
(2) Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
(3) Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

Pasal 7
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.

Pasal 8
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.

Pasal 9
Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk mengendalikan banjir, ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki tanggul merupakan bantaran sungai, yang berfungsi sebagai ruang penyalur banjir.

Pasal 10
Penentuan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang air laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan garis sempadan sungai sesuai Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang diukur dari tepi muka air pasang rata-rata.

Pasal 11
Garis sempadan mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f, ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.

Pasal 12
(1) Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
(2) Muka air tertinggi yang pernah terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi batas badan danau.
(3) Badan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan ruang yang berfungsi sebagai wadah air.

Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Garis Sempadan

Pasal 13
Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
b. gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan
c. bupati/walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

Pasal 14
(1) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan berdasarkan kajian penetapan sempadan sungai.
(2) Dalam penetapan garis sempadan sungai harus dipertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.
(3) Kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang terdapat di dalam sempadan.
(4) Kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air.
(5) Tim kajian penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), beranggotakan wakil dari instansi teknis dan unsur masyarakat.

Pasal 15
 (1) Dalam hal hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. JDIH Kementerian PUPR - 9 –
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai untuk fasilitas kepentingan tertentu yang meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; dan
e. bangunan ketenagalistrikan.

Pasal 16
Tatacara penetapan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17
Penetapan garis sempadan danau dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk danau yang berada pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;
b. gubernur, danau yang berada pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan
c. bupati/walikota, danau yang berada pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

Pasal 18
(1) Penetapan garis sempadan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan berdasarkan kajian penetapan sempadan danau.
(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan pola pengelolaan sumber daya air dan harus mempertimbangkan karakterisktik danau, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan kegiatan operasi dan pemeliharaan danau.
(3) Dalam hal danau berada di dalam kawasan hutan, kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui koordinasi dengan instansi yang membidangi kehutanan.
(4) Batas garis sempadan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi badan danau.
(5) Dalam hal terdapat pulau di tengah danau, seluruh luasan pulau merupakan daerah tangkapan air danau dengan sempadan danau di dalamnya.

Pasal 19
(1) Kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannnya.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas unsur instansi teknis dan unsur masyarakat di sekitar atau sekeliling danau.
Pasal 20
(1) Dalam hal berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1), menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan danau maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan danau.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi bangunan yang terdapat dalam sempadan danau untuk fasilitas kepentingan tertentu yang meliputi:
a. prasarana sumber daya air;
b. jalanakses, jembatan, dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan;
f. prasarana dan sarana sanitasi; dan g. bangunan ketenagalistrikan.

Pasal 21
Tatacara penetapan sempadan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 20 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan

Pasal 22
(1) Sempadan sungai hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. fasilitas jembatan dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai, antara lain kegiatan menanam tanaman sayur-mayur; dan
f. bangunan ketenagalistrikan.
(2) Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan:
a. menanam tanaman selain rumput;
b. mendirikan bangunan; dan
c. mengurangi dimensi tanggul.

Pasal 23
1) Sempadan danau hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu dan bangunan tertentu.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
b. pariwisata;
c. olah raga; dan/atau
d. aktivitas budaya dan keagamaan.
(3) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. bangunan prasarana sumber daya air;
b. jalan akses, jembatan, dan dermaga;
c. jalur pipa gas dan air minum;
d. rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;
e. prasarana pariwisata, olahraga, dan keagamaan;
f. prasarana dan sarana sanitasi; dan g. bangunan ketenagalistrikan.
(4) Selain pembatasan pemanfaatan sempadan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada sempadan danau dilarang untuk:
a. mengubah letak tepi danau;
b. membuang limbah;
c. menggembala ternak; dan
d. mengubah aliran air masuk atau ke luar danau.

Pasal 24
(1) Pemanfaatan sempadan sungai dan sempadan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 dilakukan berdasarkan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.


BAB III
PENGAWASAN PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN

Pasal 25
(1) Pengawasan atas pemanfaatan daerah sempadan ditujukan untuk menjamin tercapainya kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan daerah sempadan sungai dan pemanfaatan daerah sempadan danau dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya air dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diwujudkan dalam bentuk laporan, pengaduan, dan gugatan kepada pihak yang berwenang.
(4) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijadikan bahan atau masukan bagi perbaikan atau penyempurnaan, dan/atau peningkatan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini:
a. seluruh izin pemanfaatan sempadan sungai atau izin pemanfaatan sempadan danau yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin;
b. permohonan izin pemanfaatan sempadan sungai atau izin pemanfaatan sempadan danau yang sedang dalam proses, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
c. bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai dan sempadan danau yang didirikan berdasarkan izin yang diperoleh berdasarkan prosedur yang benar dinyatakan sebagai status quo dan secara bertahap ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai dan sempadan danau; dan
d. tim kajian sempadan sungai atau tim kajian sempadan danau yang telah dibentuk sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap menjalankan tugasnya sampai dengan masa kerja tim kajian sempadan sungai atau tim kajian sempadan danau berakhir.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku, Menteri, gubernur, bupati/walikota wajib menetapkan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau yang berada dalam kewenangannya.

Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara penetapan sempadan sungai dan sempadan danau mutatis mutandis berlaku ketentuan BAB II Peraturan Menteri ini untuk sungai dan danau yang menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota.

Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/M/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




REFERENSI:



Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUMAH TRADISIONAL KUDUS / JOGLO KUDUS

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/b/bb/Rumah_adat_tradisional_Kudus.JPG Rumah adat Kudus atau Joglo Pencu disebut juga Joglo Kudus adalah Rumah tradisional asal Kudus salah satu rumah tradisional yang mencerminkan perpaduan akulturasi kebudayaan masyarakat Kudus . Rumah Adat Kudus memiliki atap genteng yang disebut “Atap Pencu” , dengan bangunan yang didominasi seni ukir yang sederhana khas kabupaten Kudus yang merupakan perpaduan gaya dari budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), Cina (Tionghoa) dan Eropa (Belanda). Rumah ini diperkirakan mulai dibangun sekitar tahun 1500-an Masehi dengan 95% kayu Jati asli. Joglo Kudus mirip dengan Joglo Jepara tetapi perbedaan yang paling kelihatan adalah bagian pintunya, Joglo Kudus hanya memiliki 1 pintu sedangkan Joglo Jepara memiliki 3 pintu. TATA RUANG JOGLO KUDUS / JOGLO PENCU Rumah adat Kudus Joglo Pencu memiliki 3 bagian ruangan yang disebut Jogo Satru, Gedongan, dan Pawon. •     Jogo Satru

KONSERVASI ARSITEKTUR GEDUNG SATE DI BANDUNG

SEJARAH GEDUNG SATE Sebuah bangunan tua peninggalan masa kolonial Belanda yang terletak di jalan Diponegoro Bandung kerap menarik perhatian orang – orang yang lewat karena memiliki keunikan tersendiri. Gedung yang memiliki ciri khas berupa ornamen yang berbentuk seperti tusuk sate yang terdapat pada menara sentralnya ini sudah sejak zaman dulu menjadi salah satu ikon bersejarah dan bangunan khas kota Bandung, yang dikenal secara nasional. Dinamakan Gedung Sate, gedung ini sekarang berfungsi sebagai gedung tempat pemerintahan Pusat Jawa Barat dan seringkali menjadi tempat berbagai festival seni serta kegiatan lainnya. Kalangan pemerhati arsitektur kerap menjadikan gedung ini sebagai bahan kajian mengenai arsitektur unik, yang bentuknya mendapatkan pengaruh dari arsitektur Eropa. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Bandung menyempatkan diri untuk mengunjungi Gedung Sate, sehingga gedung ini juga kerap dianggap sebagai salah satu tujuan wisata utama di Bandung terutama bag

KRITIK ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN Masjid adalah rumah tempat ibadah umat Islam atau Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan sebutan lain bagi masjid di Indonesia adalah musholla, langgar atau surau. Istilah tersebut diperuntukkan bagi masjid yang tidak digunakan untuk Sholat Jum'at, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Masjid Al-Irsyad merupakan sebuah masjid yang terletak di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2010. Bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar laiknya bentuk bangunan Kubah di Arab Saudi. Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dindin